Seharusnya begitu, disamping itu juga pemerintah mesti mengontrol laju inflasi, bisa jadi CDBC ini akan sangat berdampak signifikan terhadap kenaikan laju inflasi jika uang tunai dan uang elektronik beredar bersamaan dengan CDBC. Kita tentu belum paham bagaimana mekanismenya, kalau memang CDBC ini menjadi backed/underlying dari uang tunai/kertas yang beredar, tentu pihak BI harus segera menarik secara bersamaan peredaraan uang kertas saat itu juga. Kalau tidak, akan begitu banyak uang beredar, artinya CDBC ini hanya kamuflase dari printing money, bisa-bisa jadi bumerang buat perekonomian Indonesia.
Kalau dilihat dari WP CDBC
* ini tidak menambah atau mengurangi rupiah fisik mas. Sebaliknya, jika pengguna ingin uang fisik yang sudah di konversi ke digital sebelumnya, maka yang digital ini akan di burn (dimusnahkan dalam bahasa WP proyek Garuda). Jadi menurut sudut pandang saya, jika ada yang mengkonversi dari fisik ke digital, maka uang fisik tersebut akan disimpan atau tidak diedarkan. Secara logika kan kalau misalkan uang fisik ini diedarkan maka saldo dari pengguna yang semulanya dari fisik menjadi tidak ada karena sudah diedarkan. Apabila Rupiah Digitalnya di burn, maka akan terjadi minus uang fisik. IMO/CMIIW. berikut penjelasan mengenai proses penerbitan hingga pemusnahan yang saya kutip:
Dalam hal wholesaler ingin mengurangi stok Rupiah Digital, maka token yang dimiliki dikonversi kembali
menjadi saldo rekening giro di Bank Indonesia. Proses penerbitan, transfer, dan pemusnahan terjadi
secara real-time pada platform w-Rupiah Digital. Konversi dari saldo rekening giro peserta kepada
Rupiah Digital dapat terjadi 24/7 ataupun pada jam operasional yang ditetapkan.
* Source: https://www.bi.go.id/id/rupiah/digital-rupiah/Documents/Consultative_Paper_Rupiah_Digital_BI.pdf