Menurut warga "ambil uangnya, jangan pilih orangnya", tapi seandainya yang memberi itu tetap menang, bukankah sudah dipastikan memiliki potensi korupsi 99% agar bisa balik modal? sedangkan modal awal saja sudah lebih dari 2M. Jangankan DPRD yang konsepnya sudah luas, untuk menjabat perangkat desa pun calon perlu mengeluarkan uang untuk bisa mendapatkan suara. Di sisi lain, melaporkan pun tidak menjadi solusi sejauh ini!
Aku sering mendengar istilah ini, apa lagi ketika sudah mulai mendekati pemilu seperti saat ini. Cuma masalahnya sekarang, kehidupan rakyat di kota dan khususnya di pedesaan semakin sulit, mereka butuh uang tambahan untuk sekedar menyambung hidup, dan makan. Hasilnya, ketika ada kampanye dari calon gubernur, bupati mau pun kepala desa, mereka ini akan sangat antusias datang, bahkan tujuan utama mereka datang itu bukan mendengarkan visi dan misi calon, tapi amplop dan timses mereka. Ini yang pernah kurasakan ketika calon bupati datang kampanye di kecamatan kami. Para mamang becak, ojek dan pedagang keliling ngumpul pakai baju gambar calon, tujuan mereka itu ya amplop. Tapi, ketika ada calon yang memang jujur menyampaikan visi dan misi tanpa amplop, kampanye mereka sepi, karena mereka sudah banyak mendengar dari kecamatan sebelah kalau calon tersebut tidak ada amplopnya.