Ya memang akan sepi bagi calon yang tidak memiliki uang, hanya kesadaran diri yang bisa membawa mereka untuk datang walaupun tidak mendapatkan uang. hal yang sebenarnya sangat disayangkan untuk bisa memperbaiki posisi penting di negara kita tapi tidak mendapatkan dukungan. Tapi lucunya adalah, dari tetangga saya ketika ada aturan yang sudah tidak cocok akhirnya mengeluh ini itu. Contohnya sih dari pemilihan Kepala Dusun, warga dapat uang dari calon, kemudian yang memberi uang itu tidak cocok dengan ekspektasinya, tetangga ngeluh, kasunnya gini gitu, dan itu sudah berlangsung sekitar 10 tahunan

ya mau gimana, sekarang jika diingatkan tidak terima karena anggapannya "lumayan dapat uang", kalau diingatkan jangka panjangnya "lihat saja nanti". Gitu pun tidak membuatnya sadar, kalau uang 50rb atau berapapun tidak sebanding dengan penderitaannya kalau misalkan yang ngasih tersebut itu jadi/terpilih.
Contoh yang paling deket dengan situasi kita saat ini adalah pemilihan kepada desa atau kepala dusun, saat pemilihan pasti semua orang akan memilih kepala desa atau kepala dusun yang berani memberikan uang atau dengan kata lain mereka membali suara dengan harga mulai 100K hingga 200k. Namun saat kepala desa atau kepala dusun yang terpilih dari hasil beli suara sudah pasti banyak sekali aturan yang dibuatnya tidak sesuai dengan keinginan masyarakat. Disini bakal ada adu argumen dan masyarakan mulai menilai respon negatif dengan kepala desa atau dusun yang terpilih karena hampir semua keputusan yang mereka buat tidak memihak kepada masyarakat.
Ini gambaran untuk masyarakat yang memilih caleg yang memberikan uang karena hampir semua caleg dengan model seperti itu tidak memiliki kompeten sama sekali dan hanya mengandalkan uang mereka untuk menang di pemilu.
Sekarang pilihan berada di tangan kita, lebih memilih Caleg yang memberikan uang atau caleg yang memiliki gagasan bagus tapi tidak memberikan uang sama sekali.