Yang tak kalah memprihatinkan, berdasarkan Data Statistik Fintech Lending Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2023, mayoritas nasabah pinjol adalah generasi muda, terutama dari kelompok usia 19 sampai 34 tahun. Mereka, generasi Z dan Milenial, tercatat sebagai kelompok usia penerima terbesar kredit pinjol, yakni 54,06 persen atau mencapai Rp 27,1 triliun.
Didalam tautan ini juga kita bisa melihat bahwa pada akhirnya masyarakat Indonesia terutama untuk kaum muda masih sangat bergantung kepada pinjol meskipun tidak semua seperti itu tetapi rata-rata melakukan pinjol yang membuat situasi tentang managemen keuangan atau apapun itu akan terlupakan hanya karena gengsi yang dimiliki.
Memang pada akhirnya di adakan paylater dan pinjol itu terlihat memudahkan untuk kita tetapi sebeanrnya skema ini adalah jebakan terutama untuk masyarakat di negara kita yang selalu mengharapkan kemudahan tetapi terkadang sulit untuk melakukan tanggung jawab diakhirnya dan pinjol sekarang bahkan menjadi salah satu situasi dimana mayoritas warga negara bahkan di cap dengan konotasi negatif oleh negara (BI Checking) karena ketergantungan terhadap Pinjol.
Itu karena masyarakat beranggapan bahwa mereka bisa mendapatkan "uang cepat" untuk mengatasi masalah kekurangan uang. Mereka mungkin tidak menyadari bahwa meminjam uang tanpa adanya kesadaran tentang bagaimana mengembalikan uangnya hanya akan mendatangkan masalah baru. Itu nantinya mungkin akan seperti gali lobang dan tutup lobang. Ini yang menjadi bahaya untuk mereka karena bagaimanapun juga mereka harus mengembalikan uang itu.
Masyarakat perlu menyadari bahwa meminjam menggunakan Paylater dan Pinjol itu memang bisa membantu hanya jika mereka bisa menyusun rencana dengan baik dan mampu mengembalikan pinjamannya sesuai dengan aturan yang berlaku. Jika mereka merasa tidak mampu dan mungkin nanti malah akan keteteran dalam mengembalikan uangnya, sebaiknya mereka tidak perlu mencobanya dari pada akan kesulitan sendiri.