Bukan menyerah atas kegagalan dan bukan tidak mencontoh bagaimana kisah para pengusaha dinegara ini dan para pengusaha luar negeri, tetapi pada praktiknya sulit untuk dijelaskan.
Ketika itu adalah kegagalan yang membuat kita kehilangan uang saya kira itu adalah jenis kegagalan yang sangat sulit untuk dicoba kembali setelah beberapa kali kegagalan. Maksud saya setiap orang punya kemampuan finansial yang berbeda-beda. Dan jika kegagalan itu dialami sama orang miskin saya kira semakin banyak kegagalan maka mereka akan semakin takut buat mencoba karena uangnya semakin menghilang. Ini sama seperti teman saya yang membuka usaha kelontong pakai uang tabungan bertahun-tahun namun sayangnya bisnisnya gagal karena masih awam. Akhirnya saat ini dia menjadi penjual nasi goreng dan tidak berani lagi coba berbisnis kalau belum benar-benar belajar dahulu.
Kemampuan keuangan orang yang berbeda-beda memang menjadikannya perbedaan dalam melakukan sesuatu. Bukankah setiap kita dapat melakukan sesuai dengan porsi masing-masing seperti yang dapat dipahami setiap individu. Maksudnya takaran sukses sesuai dengan usaha. Jika untung orang kaya didapatkan berjuta karena modalnya jutaan, maka orang yang dibawahnya jika mendapatkan ratusan juga dapat diartikan sukses dan itu sesuai dengan takarannya.
Yang tidak saya pahami adalah sudah keuangan pas-pasan, malah tidak mau kerja keras.
Tetapi bagi orang kaya atau memiliki privilege seperti punya paman yang kaya atau kemudahan akses ke kredit bank maka mereka bisa menghadapi banyaknya kegagalan dari bisnisnya dan mendapat banyak ilmu dan insight yang lebih akurat karena dipraktekkan secara langsung dengan terjun berbisnis.
Ini beda lagi. Sukses karena usaha/kerja keras sendiri lebih mengairah daripada dibantu paman atau ayahnya. Itu jauh dari kata berdikari.
Bagaimana jika nanti paman dan ayahnya tidak ada lagi. Masihkah bergantung pada paman dan ayah baru.