Post
Topic
Board Ekonomi, Politik, dan Budaya
Re: Kabur Aja Dulu : Fenomena Generasi Muda "Pergi Mencari Peluang di Negeri Orang"
by
abhiseshakana
on 11/03/2025, 15:45:55 UTC
Benar gan, yang namanya kepribadian dan prilaku itu tidak bisa di hubung2 kan dengan jika kita tinggal di negara luar, itu semua masalah perorangan, sebab internet sekarang ini benar benar tak tersaring, bahkan anak2 kecil sekarang ini sering mendapatkan hal hal baru dari internet (yang di berikan smartphone oleh orang tuanya).

Masalah pilihan hidup seseorang sebenarnya tak wajar jika di campuri oleh orang lain terutama pemerintah, yah itu urusan mereka jika ingin mengadu nasib di negeri lain, karena di negara sendiri, hidup mereka tak pasti.

Semua kan ada sebab akibat juga, biar tidak standard ganda Gan. Misal kita takut kena paru-paru basah tapi kita malah pindah ke rumah yang lembab, kurang ventilasi dan kotor dengan alasan gajinya gede disana. Bandel di Indonesia, orang-orangnya yang bawel dan sangsi sosial masih bisa jadi benteng tipis. Lha kalau di luar negeri kan lebih los dan minim kendali karena lama-lama orang akan beradaptasi dengan lingkungannya, bukan lingkungan yang beradaptasi dengan individu atau keluarga.



Saya pribadi selalu menjadi saksi betapa sulitnya membangun UMKM saat ini. Bahkan kawan saya yang membangun UMKM bertahun-tahun ternyata harus menerima pahitnya ekonomi saat ini dan akhirnya ia menghentikan sementara produk UMKM yang ia buat yang awalnya bisa bertahan bertahun-tahun. Dan saya sering melihat warung-warung di pinggir-pinggir jalan yang dulu banyak yang buka dan ramai pembeli. kini satu persatu warung-warung tersebut tutup mungkin karena memang daya beli yang menurun. Sedangkan pedagang semakin banyak.

Kan jaman Jokowi emang pro oligarki jadi usaha menengah kecil itu ibaratnya pemanis yang gak dianggap manis alias dikesampingkan gak bener-bener difasilitasi. Pembangunan dimana-mana diikuti dengan angka hutang yang tinggi + gap kesejahteraan tambah besar, yang super kaya tambah kaya, yang kaya turun jadi setengah kaya yang menengah turun jadi miskin.

Penurunan daya beli tidak hanya dihadapi oleh Indonesia tetapi negara-negara lain juga mengalami. Kalau untuk UMKM, fenomena yang muncul saat ini adalah saat ini khususnya Gen Z, tidak suka terjun investasi riil maupun bekerja di sektor riil, karena semua sudah berbau digital. Bisa kita lihat semua beriklan, buka kelas, dan menjanjikan milyaran dari menjual produk digital baik langsung maupun affiliate. Akhirnya banyak orang yang banting stir stop usaha riilnya untuk fokus di usaha digital.

Yang saya lihat, UMKM yang bertahan adalah UMKM yang berinovasi dan gerak aktif adaptif dengan tren dan perubahan zaman. Yang konvensional banyakan gak bertahan kecuali punya value atau akar yang kuat. Akibat tekanan ekonomi banyak pengusaha UMKM yang pengennya instant, jadi keluar modal banyak di awal untuk aset padahal basic pembelinya belum solid, akhirnya banyak yang gulung tikar dalam waktu singkat.

Saya contohin usaha mochi anak saya (yang perempuan), mulai dengan modal 125,000 + sisa bahan yang ada di rumah, dari 24 biji sehari sampai setelah 8 bulan laku ratusan biji. Pas mulai laku 100 biji, anak saya sudah minta dicariin pekerja, tapi belum saya bolehin karena saya perlu evaluasi apakah rasanya sudah enak, pembelinya repeat order, atau cuma orang-orang baru yang sekali beli, sampai akhirnya sekarang sudah ada rencana mau buka kedai kecil yang jual berbagai macam jenis mochi. Saat ini belum ada pekerja belum ada tambahan alat-alat penunjang produksi selain yang ada di rumah saja.