Post
Topic
Board Ekonomi, Politik, dan Budaya
Re: Angka Kemiskinan RI Terendah Sepanjang Sejarah
by
MRY
on 20/08/2025, 23:50:27 UTC
Mau "angka kemiskinan" jadi nol bisa aja sih gan, gampang itu tinggal dibikin kriteria miskin jadi penghasilan sebulan goceng, nah dah ga ada yang miskin lagi di Konoha Grin
Lebih baik dirasakan saja di lingkungan sekitar dan dari ngobrol dengan tukang ojol, mereka lebih tahu apa yang terjadi di lapangan.
Kata mereka:
- Harga barang mahal sekarang, beli bawang seplastik aja mahal.
- Orderan sepi.
- Teman/saudara sudah saling berutang kiri kanan kek main pingpong.
- Sulit cari kerja.

Yang kek begini disebut terendah sepanjang sejarah? Dulu asal Sarjana aja bisa dapet kerja dengan relatif mudah. Sekarang sarjana melamar jadi tukang sapu.

Saya setuju dengan apa yang agan katakan kalau data pemerintah saat ini gak bisa dijadikan patokan untuk mengukur keberhasilan pemerintah dalam mengurangi tingkat kemiskinan nasional, karena data-data yg dipakai itu bisa saja data yang sudah dimanipulasi sedemikian rupa, sehingga menghasilkan output yang sebegitu bagusnya, padahal kenyataan dilapangan itu berbanding terbaik, banyak orang merasakan hidup semakin sulit dan harga-harga barang itu semakin mahal.

ini juga mungkin alasan kenapa laporan bank dunia dan pemerintah itu berbeda soal jumlah orang miskin di indonesia, karena dari cara mengukur saja sudah berbeda, dan saya kira laporan bank dunia yang mengatakan angka kemiskinan Indonesia adalah 194,6 juta jiwa itu jauh lebih masuk akal dan benar merepresentasikan kenyataan kondisi indonesia yang sulit sekarang ini.
Terdapat kesenjangan yang cukup besar antara epistemologi dan praktik. Pemerintah ingin menyajikan situasi yang stabil, tetapi di lapangan terlihat jelas bahwa banyak orang kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Anda mengatakan bahwa angka-angka yang diberikan oleh Bank Dunia lebih masuk akal dan terdapat logika di dalamnya, karena kriteria mereka biasanya didasarkan pada ukuran kebutuhan minimum manusia yang lebih realistis.

Dapat dilihat bahwa perbedaan metode perhitungan inilah yang menghasilkan besarnya perbedaan dalam hasil akhir. Fakta yang paling relevan adalah memahami bahwa angka resmi tidak selalu dapat mewakili standar tertinggi dan bahwa pengalaman masyarakat harus tetap menjadi objektivitas dalam penentuan status kemiskinan di negeri kita.