~snip~
Contoh kecil regulasi yg indonesiawi (huruf "i" sengaja saya pake kecil):
1. Mobil listrik buatan om Ricky Elson atas prakarsa bpk Dahlan Iskan, dinyatakan tidak lolos uji emisi dan tidak layak berada di jalan raya Indonesia oleh Kementrian Perhubungan. Kenapa? Karena tidak memiliki saluran gas buang.
WTF, mobil listrik pake knalpot? buat apa coba?;
2. Mobil hybrid, dianggap
memiliki 2 mesin, karena itu pajak atas kepemilikannya adalah 2x lebih tinggi. Maka dari itu kepemilikan mobil hybrid di Indonesia amat kecil.
Padahal, kalok di luar. Mobil hybrid malah mendapat potongan pajak sampe 50%, karena membantu mengatasi masalah polusi udara dan mengurangi penggunaan APBN di negara tsb.
Hal ini terjadi karena standar pem-
baku-an yg gak jelas...
Kisah di atas aromanya serupa dengan pasal ini.
Pasal 3 ayat 2
Aset Kripto dapat diperdagangkan apabila memenuhi persyaratan paling sedikit sebagai berikut:
a. ...
b. ...
c. Nilai kapitalisasi pasar (market cap) masuk ke dalam peringkat 500 (lima ratus) besar kapitalisasi pasar Aset Kripto(coinmarketcap)untuk Kripto Aset utilitas;
d. Masuk dalam transaksi bursa Aset Kripto terbesar di dunia;
Padahal ayat selanjutnya menyebutkan
e. Memiliki manfaat eknomi, seperti perpajakan,menumbuhkan industri informatika dan kompetensi tenaga ahli dibidang informatika(digital talent);dan
Keberadaan ayat c & d menghambat developer lokal untuk bisa membuat koin baru yang bisa di jual di pasar lokal. Apakah mudah bagi sebuah koin baru untuk bisa masuk dalam exchange terbesar di dunia? Dampaknya kita hanya bisa membeli koin buatan luar negeri di pasar lokal. Jika developer koin lokal tidak bisa tumbuh dan berkembang, maka kalimat yang dibold di ayat e menjadi tidak bermakna.
Idealnya pemerintah membantu dan mendorong developer lokal bisa membuat koin sendiri sekaligus melindungi investor sehingga dunia kripto nasional bisa tumbuh dan selanjutnya para pelaku kripto Indonesia bisa go internasional.