Seharusnya tidak dianggap melanggar HAM apabila yang dihukum itu adalah orang-orang yang bersalah atau yang terjerat kasus Korupsi om, tetapi ungkapan yang om katakan itu memang hampir sama persis dengan fakta yang sering terjadi di lingkungan pemerintahan. Karena dimana pun ada celahnya akan selalu di manfaatkan oleh mereka yang mengurus bidang tertentu di pemerintahan sehingga kejujuran yang sebenarnya sudah tidak ada lagi dan Korupsi jelas tidak dapat dihapuskan selama tidak ada rasa kejujuran yang lahir dari hati mereka masing-masing. Hal ini dimaksudkan kepada para pejabat yang sering memanfaatkan celah untuk melakukan Korupsi dengan terus berpura-pura jujur di depan para rakyatnya.
Harusnya memang tidak di anggap melanggar HAM karena mereka melakukan kejahatan sebagai koruptor dan saya tidak ingin menyebutkan siapa mereka, tetapi jika dilihat koruptor lebih sering dilakukan oleh para politisi yang pada saat pemilihan mereka mengeluarkan kos politik yang cukup besar, sehingga jika ada celah untuk melakukan korupsi mereka akan melakukannya. Kekuatan hukum yang menyangkut dengan kasus korupsi perlu di perkuat kembali, sehingga para koruptor tidak mencari celah untuk melakukannya pada saat memiliki peluang.
Kebanyakannya sih ya para pegiat politik om, tetapi kita juga tidak bisa menganggap semua mereka demikian om. Karena kalau dilihat secara kemungkinan yang lebih besar melakukan Korupsi hanyalah mereka yang sebelumnya membeli suara atau menyuap beberapa orang untuk mendapatkan kursi didalam pemerintahan atau didalam kantor Dewan. Karena mereka masih berpikir untuk menarik modal awal lewat Korupsi dan menganggap gaji mereka sebagai laba, jadi jelas sangat sulit untuk memberantas Korupsi hingga ke akarnya.
Jangan berharap terjadinya pemilih jujur dan adil jika masih menggunakan sistem terbuka seperti sekarang. Para politisi mengeluarkan kos/uang yang besar untuk mendapatkan kursi dan bagaimana mungkin mereka tidak melakukan korupsi jika memiliki peluang, sistem pemilu terbuka membutuhkan uang yang besar untuk mendapatkan suara dan politisi akan tetap bermain menggunakan uang untuk mendapatkan kursi.
Sistem pemerintah yang sudah berjalan sengaja dilemahkan oleh pihak-pihak tertentu atau suatu kelompok demi membuka celah untuk mencuri uang rakyat, mereka sengaja menampik semua usulan yang dapat memberatkan para koruptor seperti hukum mati dengan alasan sebagai tindakan pelanggaran HAM. Para politikus yang rakus selalu membangun sebuah koalisi saling melindungi satu sama lain demi memuluskan jalan untuk memperkaya diri, rasa malu pun tidak ada lagi di wajah mereka meski sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Politisilah yang mencoba melemahkan sistem yang ada dan mereka juga yang membuat dan merevisi Undangan-undangan. Jangan berharap kasus koruptor hilang jika pemilu masih berlangsung secara terbuka seperti saat ini, politisi di negara kita seperti kehilangan jati diri dan mereka tidak memiliki rasa malu sedikitpun setelah terbukti melakukan korupsi dan lihatlah beberapa kasus korupsi yang pernah terjadi dan seolah-olah mereka bangga setelah keluar dari jeruji besi.
Mereka yang ada di parlemen sudah tidak bisa dipercaya lagi karena setiap keputusan yang dibuat tidak berpihak pada rakyat.
Padahal mereka wakil rakyat yang dipilih langsung oleh rakyat tetapi bekerja bukan untuk kepentingan rakyat melainkan untuk kepentingan partainya, perlu adanya gerakan besar yang dimotori anak-anak akademisi dan rakyat agar disahkan hukuman mati bagi para koruptor. Cara ini lebih efektif agar UU hukuman mati pada koruptor disahkan, boikot seluruh partai yang menolak usulan tersebut, ketika situasi ini terjadi maka akan terlihat partai mana yang berpihak pada wong cilik dan partai mana yang memakai topeng dengan misi visi palsunya selama ini.
Revisi Undang-undang mengenai hukuman mati tidak akan pernah mereka lakukan dan mereka selalu mencari cara agar Undang-undang ini tidak akan pernah di bahas. Mereka memang di pilih oleh rakyat akan tetapi mereka membeli suara saat pemilihan, jadi jangan berharap mereka akan berpihak kepada rakyat jika sistem pemilihan masih menggunakan sistem ini. Tidak ada lagi gerakan besar seperti yang dilakukan oleh aktivis 98 dan anak muda sekarang tidak lagi peduli mengenai masalah ini, sepertinya ada pergeseran budaya terhadap pemikiran kritis dari anak muda dan jikapun ada hanya golongan kecil.