Terlebih fenomena dimana para pelaku korupsi kerapkali bisa kembali mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau anggota DPR dan bahkan ada yang terpilih, menunjukkan betapa kaburnya batas antara profesionalisme dan hubungan pertemanan. Para koruptor kelas kakap setingkat menteri atau dirut biasanya punya kolega dengan jabatan setingkat di pemerintahan yang diharapkan bisa menjadi "penolong" ketika kasus korupsinya terkuak. Prinsip "balas budi" masih sangat kental di pemerintahan kita yang mana justru itulah yang membuat Pemerintahan menjadi hancur lebur karena pemimpin dipilih bukan karena kemampuan tetapi karena dia adalah koalisi/tim pemenangan ketika di pemilu. Inilah yang membuat kita geram ketika melihat kasus-kasus korupsi di Indonesia yang hanya memanas di awal tetapi perlahan kasusnya akan menghilang begitu saja.
Itulah fenomena saat ini yang terjadi di negara kita, para pejabat tinggi negara sedang berlomba-lomba untuk korupsi uang negara, dimana saat ini sudah banyak terkuak kasus korupsi yang sangat meraja lela, bukan angka yang sedikit mereka korupsi uang negara, ratusan triliun mereka makan uang negara, masyarakay miskin semakin hari semakin bertambah, peluang lapangan kerja semakin sedikit, para pejabat malah seenaknya memakan uang negara hasil pajak dari masyarakat mereka sendiri, janji manis yang mereka keluarkan saat masa kampanye saja tidak berlaku lagi ketika mereka sudah menjadi pejabat negara, uang negara dengan mudah mereka ambil tetapi hukuman yang berlaku untuk mereka tidak sebanding dengan hukuman masyarakat biasa ketika kedapatan mencuri seekor ayam, sungguh sangat miris hukum di negara ini.