Mungkin sedikit bisa dianalogikan seperti ini:
Saya membeli bensin di Pom Bensin, saat hendak membayar ternyata uang didompet ketinggalan. Untuk membayar transaksi tersebut saya menggunakan jam tangan yang nilainya setara atau lebih dari nilai bensin tersebut.
Dalam hal ini jam tangan tersebut adalah berperan sebagai aset jaminan pembayaran.
Perlakuan terhadap
BTCitcoin pun mungkin bisa demikian, yakni dijadikan sebagai aset untuk jaminan pembayaran, sementara transaksi jual belinya itu sendiri tetap mengacu pada nilai rupiah yang disepakati jumlahnya dan dicantumkan dalam bentuk kwitansi/struk pembayaran jual-beli.
Kembali ke topik..
Terlepas dari kebijakan regulasi masing-masing negara, uang fiat masih diperlukan dalam beberapa transaksi tunai.
Kalaupun uang tunai dikonversi menjadi uang digital yang nilainya tetap mengacu pada mata uang tersebut, tentu hal tersebut sebagai bentuk penyederhanaan dan untuk kemudahan dalam transaksi-transaksi tertentu.
Contoh, uang 50 juta akan praktis dibawa-bawa jika sebelumnya disimpan dalam tabungan dan menggunakan ATM sebagai media untuk transaksi kedepannya ketimbang harus membawa-bawa uang tunai senilai itu dalam setiap transaksi.
Sementara untuk cryptocurrency, dibeberapa negara (contohnya di Jepang & Rusia) Bitcoin sudah mulai dilegalkan sebagai alat transaksi pembayaran dalam bentuk sekuritas asing dan
bukan sebagai pengganti mata uang negara tersebut.